Wednesday 4 February 2015

AKHIR PERSETERUAN ANTARA KAPOLRI DAN KPK

PERSETERUAN ANTARA KAPOLRI DAN KPK BELUM JUGA BERAKHIR



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat kejutan dengan menjadikan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. Langkah KPK itu membuat geger karena fokus perhatian publik saat ini memang sedang mengarah ke Komjen Budi, calon tunggal Kapolri yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke DPR untuk menjalani proses uji kepatutan dan kelayakan.
Ketua KPK Abraham Samad menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut. KPK menjerat Budi atas kasus kepemilikan rekening yang mencurigakan saat menduduki jabatan kepala Biro Pembinaan Karier Polri. Ketua KPK mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan kasus itu sejak Juli 2014. Budi diduga melanggar Pasal 12a atau b, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penetapan Komjen Budi sebagai tersangka tepat satu hari sebelum Komisi III DPR hendak melakukan uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri. Sosok Budi memang kontroversial. Isu rekening gendut miliknya dan beberapa petinggi Polri lain memang bukan isu baru. Samad juga mengakui kalau KPK memberi tanda merah untuk Budi saat Presiden Jokowi hendak menunjuk calon menteri.
Terkait isu rekening gendut, pihak Mabes Polri telah menyatakan kalau Komjen Budi tidak terindikasi melakukan tindak pidana. Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Sompie mengatakan, pada 2010 pihaknya menerima hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening gendut. Laporan itu sudah ditindaklanjuti dan hasilnya diserahkan kembali ke PPATK. Menurut Ronny, tidak ada hal yang perlu ditindaklanjuti melalui proses hukum, karena tidak ada pidana yang berkaitan dengan transaksi mencurigakan.
Meski kontroversial, banyak kalangan menilai Komjen Budi Gunawan layak memimpin Polri. Kalangan pengamat menilai kalau Budi akan melenggang mulus dalam proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Namun, keterangan pers KPK terkait status hukum Budi mengubah semuanya.
Langkah KPK yang terkesan mendadak itu pun menimbulkan tanda tanya. Momentum penetapan Komjen Budi sebagai tersangka yang hanya empat hari setelah Presiden Jokowi mengajukan nama Komjen Budi sebagai calon tunggal Kapolri dinilai tidak tepat. Hal itu menimbulkan prasangka bahwa penetapan status tersangka itu bermotif politik.
Kita tentu berharap agar kasus yang menimpa Komjen Budi ini murni sebagai persoalan hukum dan tidak ada sangkut paut dengan persoalan politik atau bahkan persaingan di internal Polri. Untuk itu, KPK harus lebih serius dalam menuntaskan kasus yang menimpa Komjen Budi. Sebab, publik melihat saat ini banyak kasus yang ditangani KPK dan terkesan masih jalan di tempat.
Contohnya, pada Mei 2014 KPK menetapkan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka terkait penyelenggaraan haji di Kementerian Agama. Delapan bulan setelah penetapan tersangka itu tidak ada kejelasan tentang nasib Suryadharma Ali.
Masih pada Mei 2014, KPK juga menetapkan politisi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait dengan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kementerian ESDM tahun 2013. Hingga kini kasus yang menimpa Sutan itu juga belum ada kemajuan berarti.
Kita berharap agar KPK terus memberi penjelasan ke publik terkait kasus yang menimpa Komjen Budi ini agar tidak ada kabar miring yang menimpa lembaga antikorupsi itu. Dalam kasus ini, kita berharap agar hukum yang menjadi panglima, bukan kepentingan politik.
Publik berharap agar penetapan tersangka terhadap Komjen Budi tidak berlanjut menjadi perseteruan antara institusi KPK dan Polri atau yang dikenal publik sebagai perseteruan “cicak vs buaya”. Perseteruan seperti itu justru akan merugikan penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam pemberantasan korupsi. KPK dan Polri serta Kejaksaan Agung seharusnya bisa meningkatkan sinergitas agar hukum benar-benar menjadi panglima di negeri ini.
Di sisi lain, kasus Komjen Budi juga harus menjadi pelajaran dalam mencari sosok pejabat publik. Rekam jejak calon pejabat negara, terutama di institusi yang terkait dengan penegakan hukum, harus benar-benar ditelusuri.
Rekam jejak calon pejabat di lingkungan penegakan hukum sangat penting agar penegakan hukum bisa berjalan dengan baik. Ibaratnya, membersihkan ruangan dari sampah dan kotoran lainnya harus menggunakan sapu yang bersih.







Sumber :

No comments:

Post a Comment